SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA PADA
MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU
Perekonomian Indonesia masa orde lama
(1945-1966)
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi
Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi
barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat
ketergantungan luar negri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya
bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk
memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan
dari pengambilan keputusan politik.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus
1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu,keadaan ekonomi Indonesia mengalami
stagflasi (artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada
tingkat inflasi yang tinggi). Indonesia pernah mengalami sistem politik yang
demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956 terjadi konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata
umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus
memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi.Keadaan ekonomi
Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahanBelanda.
Sejak tahun 1955, kebijakan Rencana
Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961) berisi rencana pendirian proyek-proyek
besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana
ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun
sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau
dapat dikatakan gagal karena adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal
serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami
penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan
ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa
pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar,
dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa yang berkuasa. Perekonomian
juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu
Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan
negara-negara komunis.
Perekonomian Indonesia masa orde baru
(1966-1998)
Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%. Defisit
APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran
dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar rupiah tidak
stabil. Bisa digambarkan betapa hancurnya perekonomian kala itu yang harus
dibangun lagi oleh masa orde baru atau juga bisa dikatakan sebagi titik balik.
Awal masa orde baru menerima beban berat dari
buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk
rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan
inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas
politik tercapai berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin
dengan adanya IGGI.
Kelebihan Pada Masa Orde Baru:
perkembangan GDP per kapita Indonesia yang
pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
Ø sukses transmigrasi.
Ø sukses KB.
Ø sukses memerangi buta huruf.
Ø sukses swasembada pangan.
Ø pengangguran minimum.
Ø sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Ø sukses Gerakan Wajib Belajar.
Ø sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
Ø sukses keamanan dalam negeri.
Ø Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
Ø sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan Orde Baru
Ø semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
Ø pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah
sebagian besar disedot ke pusat.
Ø munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
Ø kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
Ø bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata
bagi si kaya dan si miskin).
Ø kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
Ø kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah
yang dibreidel.
Ø penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program “Penembakan Misterius” (petrus).
Ø tidak ada rencana suksesi.
Pemerintahan Indonesia
Bersatu Jilid I (Era SBY- JK) =
(2004-2009)
Langkah Presiden SBY untuk merangkul Parpol-parpol yang kalah dalam
Pemilu 2009 adalah bagian dari kebijakan Soft Power, atau kebijakan untuk
bergotong-royong dalam membangun bangsa dan negara. Ini serupa dengan Kabinet
Gotong-Royong di masa lalu. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa
pemerintahan gotong royong memiliki karakteristik sebagai berikut:
• • Rendahnya pertumbuhan ekonomi yang
dikarenakan masih kurang berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh masih
tidak stabilnya kondisi sosial politik dalam negeri.
• • Dalam hal ekspor, sejak 2000, nilai ekspor
non-migas Indonesia terus merosot dari 62,1 miliar dollar AS menjadi 56,3
miliar dollar As tahun 2001, dan tahun 2002 menjadi 42,56 miliar dollar AS.
Kabinet Indonesia Bersatu merupakan kabinet pemerintahan Indonesia yang
dibagi menjadi Kabinet Indonesia bersatu jilid I dan II . Kabinet Indonesia
bersatu jilid I yaitu merupakan bentuk pemerintahan yang ke enam yang dipimpin
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla
pada masa (2004 – 2009) dan presiden yang pertama kalinya dipilih melalui
sistem pemilihan umum langsung di Indonesia sedangkan kabinet Indonesia bersatu
jilid II dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan wakil Presidennya
Dr. Boediono yang merupakan bentuk pemerintahan yang ke tujuh pada masa
(2009-2014) .
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial
kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan
BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita
adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang
salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program
baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM
Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai
dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa
utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan
Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam
negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan
miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan
Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang
berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah
inflasi.
Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit. Dari
17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline strategi
pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro growth dan
kemudian ditambahkan dengan pro environment benar-benar diwujudkan dengan
turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta
orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari jerat
kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas dari strategi SBY
yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah peningkatan
konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas produksi di
sector riil yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja baru. Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY
hadir dengan terobosan pembangunannya berupa master plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI,
percepatan pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan Indonesia sebagai negara
maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara UsS 14.250-USS 15.500,
dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USS 4,0-4,5 triliun.
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid
II (Era SBY–BOEDIONO) = (2009-2014)
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui
Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional negara yaitu :
·
BI rate
·
Nilai tukar
·
Operasi moneter
·
Kebijakan makroprudensial untuk
pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hampir tujuh tahun sudah ekonomi
Indonesia di tangan kepemimpinan Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian
Indonesia boleh dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat
ekonomi bahkan berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas
disejajarkan dengan 4 raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal
dengan nama BIRC (Brazil, Rusia, India, dan China).
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan
ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti
Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak
pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia internasional
dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan tempat
berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil menembus
angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun ini IHSG
akan mampu menembus level 4000.
Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di dunia. “Tujuan
kami adalah untuk menduduki 10 besar. Kami sangat optimistis karena IMF pun
memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan Australia dalam waktu kurang
dari satu dekade ke depan,” tutur SBY dalam sebuah acara.
Banyak sekali masalah masalah penting di jaman pemerintah jilid I dan II
yang hilang begitu saja tanpa tau akhir inti dan akar kemana permasalahan itu
berawal .Kita sebagai masyarakat hanya mengharapkan pemerintah dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
SUMBER : http://hafizasmenta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-pada-masa-orde.html?m=1
SUMBER : http://hafizasmenta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-pada-masa-orde.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar