Prinsip-Prinsip
Etika Profesi
Tuntutan
profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang
paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja
prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada
umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum
profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Prinsip Tanggung Jawab
1. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung
jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional
sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama,
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya.
Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari
dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan
standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang
terbaik.
2. Prinsip
Keadilan
Prinsip
ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya
ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang
yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut
agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi
terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya.
3. Prinsip
Otonomi
Ini
lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia
luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena,
hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh
ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini
terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
4. Prinsip
Integritas Moral
Berdasarkan
hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang
profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang
tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas
dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai
merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya.
Lingkungan Bisnis yang
Mempengaruhi Etika
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery,
coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam
perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier
atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan. ”Etika bisnis merupakan
pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memerhatikan
kepentingan stakeholder-nya. Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika
personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan
keberadaannya saling melengkapi. Etika bisnis sesorang merupakan perpanjangan
moda-moda tingkah lakunya atau tindakan-tindakan konstan, yang membentuk
keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu. Etika bisnis merupakan salah satu
bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis. Istilah etika
bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang
aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan
pelaku bisnis. Beberapa faktor yang mempengaruhi harapan publik (etik) pada
lingkungan bisnis :
Ø
Physical
Kualitas dari udara dan air terjaga
Ø
Moral
Keinginan bersikap adil
Ø
Financial
malfeasance Banyaknya perbuatan yang memalukan (skandal)
Ø
Economic
Kesalahan memberikan dorongan untuk bangkit
Ø
Competition
Tekanan dan dorongan global
Ø
Bad
judgement Kesalahan operasi, keringanan bagi kalangan eksekutif
Ø
Activist
stakeholders Etika investor, pelanggan dan lingkungan
Ø
Synergy
Perubahan yang sukses
Ø
Institutional
reinforcement Hukum baru
Etika Bisnis Akuntan Publik
Dalam menjalankan profesinya
seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama
kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip
moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien,
sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik
akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan
atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
1.
Independensi,
integritas, dan obyektivitas
2.
Standar
umum dan prinsip akuntansi
3.
Tanggung
jawab kepada klien
4.
Tanggung
jawab kepada rekan seprofesi
5.
Tanggung
jawab dan praktik lain
Tanggung Jawab Sosial (social
responsibility) Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis. Tanggung jawab
sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan
gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik meliputi ciri utama dari
profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan
publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Milton
Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber
daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti
atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak
seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian,
melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk
memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan
terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar
kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan
atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Contoh
Kasus :
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran dalam
pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan
yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar
Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia
harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian
ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih
pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga
dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan,
ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan
demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini.
Di
lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan
tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang
yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak
ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai
konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian
sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa
piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta
Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada
tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia
telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan
terjadi disini.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar