Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu
merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian
disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial
yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan
realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah
sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik
antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan
mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut,
kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual. Salah satu penyebab
utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni,
1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan
hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Hal
ini diperparah oleh peran media massa sekarang ini yang mengalami sedikit
perubahan, bukan lagi sebagai institusi yang memberi informasi yang edukatif
dan hiburan yang edukatif, akan tetapi lebih pada media yang memberi informasi,
hiburan dan edukasi yang kurang edukatif. Kenyataan Komunikasi massa yang
semakin terus berkembang semakin banyak pula menimbulkan masalah-masalah
sosial. Jadi, wajah ganda media massa menjadi profil utama industri media massa
saat ini karena disatu sisi ia menamakan diri sebagai agen (agent of change)
perubahan dalam pengertian yang sesungguhnya, namun disisi lain ia juga sebagai
agen perusak (agent of destroyer) dan pemicu masalah-masalah social. Kenyataan
bahwa media massa justru miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan,
media massa justru lebih banyak menjadi corong provokasi nilai-nilai kehewanan,
seperti, materialisme, hedonisme, seks, konsumerisme, mistisme dan semacamnya
yang semua itu menurut banyak kalangan sebagai sumber pemicu berbagai persoalan
social di masyarakat saat ini. Maraknya
demontrasi atau protes yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan
pornografi yang ada di media massaa, menunjukan bahwa media massa dengan
tayangan-tayangan merupakan pemicu dari masalah-masalah sosial yang ada di
masyarakat. Meningkatnya kenakalan remaja, moral semakin menurun, semakin
meningkatnya kejahatan, merupakan masalah-maslah sosial yang harus mendapat
perhatian dari semua pihak. Dalam hal ini keterkaitan maslah-masalah sosial
tersebut dengan media sering disebut-sebut bahwa media massa harus turut bertanggung
jawab terhadap masalah sosial tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut,
masalah komunikasi dalam hal ini pergeseran peran media massa memiliki pengaruh
yang kuat terhadap terjadinya masalah sosial di masyarakat. Media massa
sekarang ini bukan saja dianggap sebagai media yang memberikan informasi dan
edukasi pada masayarakat, akan tetapi juga dianggap sebagai pemicu dari
masalah-masalah sosial yang ada di masayarakat. Media massa dianggap sebagai
pemicu atau pihak yang juga bertanggung jawab dalam masalah-masalah sosial
yaitu semakin meningkatnya kejahatan, semakin menurunya moralitas, semakin
tingginya kenalakan remaja adalah karena tayangan-tayangan yang disampaikan
oleh media massa.
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin
Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Jika
kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang
disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Beberapa definisi
komunikasi adalah:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan
lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang
terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau
kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan
informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain(Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan
persamaan dengan orang lain (Schram,W).
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami
pesan dari satu orang kepada orang lain,komunikasi merupakan proses sosial
(Modul PRT, Lembaga Administrasi).
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian
dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan
pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan
dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, tidak putus vokal dan
sebagainya.
Komunikasi sebagai suatu proses dengan mana
orang-orang bermaksud memberikan pengertian-pengertian melalui pengiringan
bermaksud secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbagai satuan
orgainisasi yang berbeda dan bidang yang berbeda pula, sehingga sering disebut
rantai pertukaran informasi .
Tujuan Komunikasi
Hewitt (1981) menjabarkan beberapa tujuan
penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku
orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian
konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau
orng lain.
Kepentingan Pribadi dan Komunikasi
Kepentingan pribadi dapat mempengaruhi
komunikasi melalui pembentukan kepribadian dapat mempengaruhi melalui
pembentukan kelompoknya. Di samping itu komunikasi dapat pula dipengaruhi oleh
seseorang dengan jalan mengadakan manipulasi terhadap informasi-informasi yang
diterimanya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: informasi yang
disampaikan secara otomatis sampai pada si penerima sebelum melalui satu atau
lebih pejabat.
Di dalam proses pemindahan informasi itu dari
atas ke bawah atau sebaliknya, maka orang atau pejabat yang dilalui itu dapat
memanipulasi informasi itu untuk kepentingannya. Misalnya jika atasan kepada
bawahan siapa seorang pejabat harus member laporan atau mengambil suatu
tindakan yang tidak menguntungkan bagi pejabat itu karena informasi yang
diterimanya, maka pejabat tadi dapat menahan informasi itu demi kepentingan
pribadinya.
Kadang-kadang, dan ini sering terjadi, adalah
gejala kebalikan dari yang diterapkan di atas yaitu pihak atasan (pimpinan)
sendiri yang menahan atau memainkan informasi yang diperlukan atau harus
disampaikan kepada bawahannya. Hal ini bisa terjadi karena hal-hal sebagai
berikut:
a.
Pimpinan tidak menyadari bahwa informasi yang ditahannyaitu diperlukan
oleh bawahannya. Dalam hal ini pimpinan itu hanya memperhatikan arah komunikasi
ke bawah saja, yaitu dalam bentuk-bentuk perintah-perintah, instruksi-instruksi
yang dikeluarkannya, dan memperhatikam arah komunikasi lainnya.
b.
Dengan informasi yang hanya dimiliki olehnya itu pimpinan dapat
mempergunakan sebagai alat untuk memperkokoh kedudukannya atau wewenangnya
terhadap bawahan. Sekalipun hal adanya suatu pimpinan yang goyah terakhir ini
kadang-kadang mempunyai fungsi konstruktif.
Sebagai penutup sesuatu komunikasi itu
dipengaruhi oleh:
-
Sumbernya, yaitu siapa yang mengeluarkan
-
Saluran komunikasi yang digunakan dan
- Isi
atau bentuk komunikasi itu sendiri yang logis, meyakinkan, dan lain-lain.
Partisipasi Bawahan
Masalah yang belakangan ini mendapat sorotan
adalah beberapa besar partisipasi bawahan di dalam proses pembuatan keputusan
oleh manajer. Dalam memecahkan masalah ini kita dapat memanfaatkan konsep
“continuum of leadership” dari Robert Tannenbaum dan Werren H. Schmidt dalam
bukunya: how to choose a leadership pattern, yang melihat kepemimpinan sebagai
suatu “continuum”.
Robert Tannenbaum dan Werren H. Schmidt
berpendapat bahwa pemilihan suatu gaya kepemimpinan yang tepat itu tergantung
pada tiga unsure atau kekuatan yang ada pada : manajer, bawahan, situasi.
Berikut ini akan dijelaskan factor-faktor yang mempengaruhi factor-faktor
tersebut.
Manajer
a. Sistem nilai. System nilai yang dimaksud
disini adalah pandangan dan sikap manajer terhadap bawahannya. Misalnya apakah
manajer menganggap perlu bawahan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang
akan mempengaruhi keputusan mereka. Kadar atau derajat kepercayaan manajer
tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mempengaruhi letak manajer pada
“cobtinuum” tersebut di atas; apakah akan berada pada ujung sebelah kiri atau
di sebelah kanan atau berada di antara titik di kedua ujung tersebut. Perilaku
kepemimpinan manajer juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan efisiensi
organisasi, pertumbuhan pribadi bawahan dan laba perusahaan.
b. Kepercayaan pada bawahan. Tingkat
kepercayaan para manajer terhadap orang lain pada umumnya sangat berbeda dan
pada saat tertentu hal ini berpengaruh
terhadap bawahan mereka masing-masing. Yang menjadi pertimbangan pertama dalam
melihat bawahan biasanya adalah pengetahuan dan kemampuan mereka mengenai
masalah tertentu. Dalam hal ini, biasanya timbul pertanyaan pada diri manajer
itu; siapa yang mampu menangani masalah ini? Seringkali, entah benar atau
tidak, lebih percaya pada diri sendiri dari bawahannya. Dengan kata lain
seringkali manajer itu tidak mempercayai kemampuan bawahan untuk menangani
masalah tertentu.
c.
Kecenderunan kepemimpinan. Ada beberapa manajer yang merasa lebih cocok
dan wajar bila berperan sebagai pemimpin yang bersifat member komando. Tetapi
ada pula beberapa manajer merasa lebih cocok bekerja dalam suatu team yang
selalu mengajak peran serta para bawahannya.
d.
Keinginan adanya kepastian. Suatu keputusan yang bersifat manajerial
atau akan mempunyai akibat atau hasil di kemudian hari yang mengandung unsure
ketidak pastian. Apabila seseorang manajer melimpahkan wewenang pengendalian
oleh manajer yang bersangkutan terhadap akibat keputusan itu. Keinginan adanya
kepastian ada kemantapan lingkungan antar aseorang manajer dengan manajer lain
sangat berbeda-beda.
Bawahan
Secara umum dapat dikatakan bahwa para manajer
akan memberikan peran serta lebih besar kepada bawahannya , bila:
a.
Bawahan mempunyai keinginan yang relative tinggi pada kebebasan, tidak
banyak ketergantungannya pada atasan.
b.
Bawahan bersedia memikul tanggung jawab atas perbuatan keputusan.
c.
Bawahan tertarik pada suatu masalah dan merasa masalah itu penting untuk
dipecahkan.
d.
Bawahan memahami dan mengidentifikasikan dengan tujuan-tujuan
organisasi.
e.
Bawahan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk
menangani
masalah itu.
f.
Bawahan telah terlatih berperan serta dalam pembuatan keputusan.
Situasi
a.
Bentuk organisasi. Organisasi mempunyai nilai-nilai dan
kebiasaan-kebiasaan yang pasti mampu mempengaruhi perilaku orang-orang yang
bekerja di dalamnya. Nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan maupun
ketentuan-ketentuan organisasi itu dikomunikasikan dengan berbagai cara antara
lain: melalui deskripsi jabatan, penyampaian kebijaksanaan dan pertanyaan-pertanyaan
umum oleh pucuk pimpinan organisasi itu.
b.
Efektifitas kelompok. Sebelum pembuat keputusan dilimpahkan kepada
kelompok bawahan, manajer harus mempertimbangkanapakah anggota-anggota kelompok
itu dapat bekerja sama secara efektif sebagai satu unit.
c.
Masalahnya itu sendiri. Sifat masalah dapat menentukan beberapa derajat
wewenang harus dilimpahkan oleh seorang manajer kepada bawahannya.
d.
Untuk memecahkannya. Tetapi tidak selalu demikian. Kadang-kadang masalah
yang sangat rumit perlu satuorag untuk menyelesaikannya.
e.
Desakan waktu. Seringkali karena waktu yang mendesak, seorang manajer
membuat keputusan dengan segera. Dalam keadaan demikian dia akan lebih sulit
untuk melibatkan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar