Selasa, 31 Desember 2013

MASALAH KOMUNIKASI

Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
    Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
    Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
    Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual. Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Hal ini diperparah oleh peran media massa sekarang ini yang mengalami sedikit perubahan, bukan lagi sebagai institusi yang memberi informasi yang edukatif dan hiburan yang edukatif, akan tetapi lebih pada media yang memberi informasi, hiburan dan edukasi yang kurang edukatif. Kenyataan Komunikasi massa yang semakin terus berkembang semakin banyak pula menimbulkan masalah-masalah sosial. Jadi, wajah ganda media massa menjadi profil utama industri media massa saat ini karena disatu sisi ia menamakan diri sebagai agen (agent of change) perubahan dalam pengertian yang sesungguhnya, namun disisi lain ia juga sebagai agen perusak (agent of destroyer) dan pemicu masalah-masalah social. Kenyataan bahwa media massa justru miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan, media massa justru lebih banyak menjadi corong provokasi nilai-nilai kehewanan, seperti, materialisme, hedonisme, seks, konsumerisme, mistisme dan semacamnya yang semua itu menurut banyak kalangan sebagai sumber pemicu berbagai persoalan social di masyarakat  saat ini. Maraknya demontrasi atau protes yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan pornografi yang ada di media massaa, menunjukan bahwa media massa dengan tayangan-tayangan merupakan pemicu dari masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat. Meningkatnya kenakalan remaja, moral semakin menurun, semakin meningkatnya kejahatan, merupakan masalah-maslah sosial yang harus mendapat perhatian dari semua pihak. Dalam hal ini keterkaitan maslah-masalah sosial tersebut dengan media sering disebut-sebut bahwa media massa harus turut bertanggung jawab terhadap masalah sosial tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, masalah komunikasi dalam hal ini pergeseran peran media massa memiliki pengaruh yang kuat terhadap terjadinya masalah sosial di masyarakat. Media massa sekarang ini bukan saja dianggap sebagai media yang memberikan informasi dan edukasi pada masayarakat, akan tetapi juga dianggap sebagai pemicu dari masalah-masalah sosial yang ada di masayarakat. Media massa dianggap sebagai pemicu atau pihak yang juga bertanggung jawab dalam masalah-masalah sosial yaitu semakin meningkatnya kejahatan, semakin menurunya moralitas, semakin tingginya kenalakan remaja adalah karena tayangan-tayangan yang disampaikan oleh media massa.
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Jika kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Beberapa definisi komunikasi adalah:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain(Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W).
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain,komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga Administrasi).
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, tidak putus vokal dan sebagainya.
Komunikasi sebagai suatu proses dengan mana orang-orang bermaksud memberikan pengertian-pengertian melalui pengiringan bermaksud secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbagai satuan orgainisasi yang berbeda dan bidang yang berbeda pula, sehingga sering disebut rantai pertukaran informasi .
Tujuan Komunikasi
Hewitt (1981) menjabarkan beberapa tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain.
Kepentingan Pribadi dan Komunikasi
Kepentingan pribadi dapat mempengaruhi komunikasi melalui pembentukan kepribadian dapat mempengaruhi melalui pembentukan kelompoknya. Di samping itu komunikasi dapat pula dipengaruhi oleh seseorang dengan jalan mengadakan manipulasi terhadap informasi-informasi yang diterimanya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: informasi yang disampaikan secara otomatis sampai pada si penerima sebelum melalui satu atau lebih pejabat.
Di dalam proses pemindahan informasi itu dari atas ke bawah atau sebaliknya, maka orang atau pejabat yang dilalui itu dapat memanipulasi informasi itu untuk kepentingannya. Misalnya jika atasan kepada bawahan siapa seorang pejabat harus member laporan atau mengambil suatu tindakan yang tidak menguntungkan bagi pejabat itu karena informasi yang diterimanya, maka pejabat tadi dapat menahan informasi itu demi kepentingan pribadinya.
Kadang-kadang, dan ini sering terjadi, adalah gejala kebalikan dari yang diterapkan di atas yaitu pihak atasan (pimpinan) sendiri yang menahan atau memainkan informasi yang diperlukan atau harus disampaikan kepada bawahannya. Hal ini bisa terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
a.        Pimpinan tidak menyadari bahwa informasi yang ditahannyaitu diperlukan oleh bawahannya. Dalam hal ini pimpinan itu hanya memperhatikan arah komunikasi ke bawah saja, yaitu dalam bentuk-bentuk perintah-perintah, instruksi-instruksi yang dikeluarkannya, dan memperhatikam arah komunikasi lainnya.
b.      Dengan informasi yang hanya dimiliki olehnya itu pimpinan dapat mempergunakan sebagai alat untuk memperkokoh kedudukannya atau wewenangnya terhadap bawahan. Sekalipun hal adanya suatu pimpinan yang goyah terakhir ini kadang-kadang mempunyai fungsi konstruktif.
Sebagai penutup sesuatu komunikasi itu dipengaruhi oleh:
-   Sumbernya, yaitu siapa yang mengeluarkan
-   Saluran komunikasi yang digunakan dan
-   Isi atau bentuk komunikasi itu sendiri yang logis, meyakinkan, dan lain-lain.
 Partisipasi Bawahan
Masalah yang belakangan ini mendapat sorotan adalah beberapa besar partisipasi bawahan di dalam proses pembuatan keputusan oleh manajer. Dalam memecahkan masalah ini kita dapat memanfaatkan konsep “continuum of leadership” dari Robert Tannenbaum dan Werren H. Schmidt dalam bukunya: how to choose a leadership pattern, yang melihat kepemimpinan sebagai suatu “continuum”.
Robert Tannenbaum dan Werren H. Schmidt berpendapat bahwa pemilihan suatu gaya kepemimpinan yang tepat itu tergantung pada tiga unsure atau kekuatan yang ada pada : manajer, bawahan, situasi. Berikut ini akan dijelaskan factor-faktor yang mempengaruhi factor-faktor tersebut.
 Manajer
a. Sistem nilai. System nilai yang dimaksud disini adalah pandangan dan sikap manajer terhadap bawahannya. Misalnya apakah manajer menganggap perlu bawahan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang akan mempengaruhi keputusan mereka. Kadar atau derajat kepercayaan manajer tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mempengaruhi letak manajer pada “cobtinuum” tersebut di atas; apakah akan berada pada ujung sebelah kiri atau di sebelah kanan atau berada di antara titik di kedua ujung tersebut. Perilaku kepemimpinan manajer juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan efisiensi organisasi, pertumbuhan pribadi bawahan dan laba perusahaan.
b. Kepercayaan pada bawahan. Tingkat kepercayaan para manajer terhadap orang lain pada umumnya sangat berbeda dan pada saat tertentu hal ini  berpengaruh terhadap bawahan mereka masing-masing. Yang menjadi pertimbangan pertama dalam melihat bawahan biasanya adalah pengetahuan dan kemampuan mereka mengenai masalah tertentu. Dalam hal ini, biasanya timbul pertanyaan pada diri manajer itu; siapa yang mampu menangani masalah ini? Seringkali, entah benar atau tidak, lebih percaya pada diri sendiri dari bawahannya. Dengan kata lain seringkali manajer itu tidak mempercayai kemampuan bawahan untuk menangani masalah tertentu.
c.       Kecenderunan kepemimpinan. Ada beberapa manajer yang merasa lebih cocok dan wajar bila berperan sebagai pemimpin yang bersifat member komando. Tetapi ada pula beberapa manajer merasa lebih cocok bekerja dalam suatu team yang selalu mengajak peran serta para bawahannya.
d.      Keinginan adanya kepastian. Suatu keputusan yang bersifat manajerial atau akan mempunyai akibat atau hasil di kemudian hari yang mengandung unsure ketidak pastian. Apabila seseorang manajer melimpahkan wewenang pengendalian oleh manajer yang bersangkutan terhadap akibat keputusan itu. Keinginan adanya kepastian ada kemantapan lingkungan antar aseorang manajer dengan manajer lain sangat berbeda-beda.
Bawahan
Secara umum dapat dikatakan bahwa para manajer akan memberikan peran serta lebih besar kepada bawahannya , bila:
a.       Bawahan mempunyai keinginan yang relative tinggi pada kebebasan, tidak banyak ketergantungannya pada atasan.
b.      Bawahan bersedia memikul tanggung jawab atas perbuatan keputusan.
c.       Bawahan tertarik pada suatu masalah dan merasa masalah itu penting untuk dipecahkan.
d.      Bawahan memahami dan mengidentifikasikan dengan tujuan-tujuan organisasi.
e.       Bawahan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk menangani
          masalah itu.
f.        Bawahan telah terlatih berperan serta dalam pembuatan keputusan.
Situasi
a.       Bentuk organisasi. Organisasi mempunyai nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang pasti mampu mempengaruhi perilaku orang-orang yang bekerja di dalamnya. Nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan maupun ketentuan-ketentuan organisasi itu dikomunikasikan dengan berbagai cara antara lain: melalui deskripsi jabatan, penyampaian kebijaksanaan dan pertanyaan-pertanyaan umum oleh pucuk pimpinan organisasi itu.
b.      Efektifitas kelompok. Sebelum pembuat keputusan dilimpahkan kepada kelompok bawahan, manajer harus mempertimbangkanapakah anggota-anggota kelompok itu dapat bekerja sama secara efektif sebagai satu unit.
c.       Masalahnya itu sendiri. Sifat masalah dapat menentukan beberapa derajat wewenang harus dilimpahkan oleh seorang manajer kepada bawahannya.
d.      Untuk memecahkannya. Tetapi tidak selalu demikian. Kadang-kadang masalah yang sangat rumit perlu satuorag untuk menyelesaikannya.

e.       Desakan waktu. Seringkali karena waktu yang mendesak, seorang manajer membuat keputusan dengan segera. Dalam keadaan demikian dia akan lebih sulit untuk melibatkan orang lain.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar